Selasa, 25 Mei 2010

AL-QUR'AN BERBICARA TENTANG SIDIK JARI

Quran Tentang Sidik Jari dan Kulit
Bagikan
Hari ini jam 17:46

PERUJUKAN AL-QUR’AN TERHADAP SIDIK JARI


Apakah manusia mengira, bahwa Kami tak mampu mengumpulkan kembali tulang belulangnya? Bukan demikan, sebenarnya kami kuasa menyusun kembali jari jemarinya secara sempurna.”

(QS Al-Qiayaamah 75:3-4)

Orang-orang tak beriman membantah akan terjadinya hari kebangkitan dikarenakan tulang belulang manusia yang telah meninggal telah hancur di dalam bumi dan bagaimana mungkin tiap individu dapat teridentifikasi pada Hari Pengadilan. Allah yang Maha Agung telah menjawabnya bahwa Ia tak hanya mengumpulkan tulang belulang kita namun juga merekonstruksi secara sempurna keadaan ujung jari jemari kita.

Mengapa al-Qur’an ketika berbicara mengenai penentuan identitas seorang individu, berbicara secara spesifik mengenai ujung jari-jemari? Pada tahun 1880, sidik jari menjadi metode saintifis dalam pengidentifikasian, setelah riset yang dilakukan oleh Sir Francis Golt. Tidak ada dua orang manusia di dunia ini yang memiliki bentuk sidik jari yang benar-benar sama. Inilah alasan mengapa pasukan polisi sedunia menggunakan sidik jari untuk mengidentifikasi kriminal. 1400 tahun yang lalu, siapakah yang dapat mengetahui tentang keunikan sidik jari tiap manusia? Tentunya tak ada yang dapat mengetahuinya kecuali Sang Pencipta itu sendiri.

RESEPTOR RASA SAKIT ADA DI KULIT

Dulu manusia mengira bahwa indera perasa dan peraba rasa sakit tergantung hanya pada otak. Penemuan akhir-akhir ini membuktikan bahwa reseptor rasa sakit terdapat di kulit dimana tidak ada seseorang yang tidak dapat merasakan rasa sakit. Ketika seorang dokter memeriksa seorang pasien yang terluka bakar, dia menguji tingkat luka bakar dengan cocokan peniti. Jika pasien masih bisa merasakan sakit, dokter tersebut akan senang, karena hal ini menandakan bahwa luka bakar yang diderita dangkal dan reseptor rasa sakit masih utuh. Namun di sisi lain, jika pasien tak dapat merasakan apa-apa, hal ini mengindikasikan adanya luka bakar yang dalam dan reseptor rasa sakit telah rusak. Al-Qur’an memberikan indikasi keberadaan reseptor rasa sakit ini dalam ayat berikut :

“Sesungguhnya orang-orang yang menolak dengan ayat-ayat kami, kelak akan kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan adzab. Sesunggguhnya Allah Maha Pekasa lagi Maha Bijaksana.” (QS an-Nisaa’ 4:56).

Profesor Tagatat Tejasen, Kepala Jurusan Anatomi di Universitas Chiang Mai di Thailand, telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk penelitian reseptor rasa sakit. Pada awalnya beliau tak dapat mempercayai bahwa al-Qur’an telah menyebutkan fakta saintifis ini 1400 tahun yang lalu. Beliau kemudian memeriksa tranlasi/terjemahan ayat al-Qur’an dengan teliti. Prof Tejasen sangat terkesan dengan keakurasian saintifis ayat al-Qur’an, dimana pada Konferensi Kesehatan Saudi ke-8 yang diadakan di Riyadh berkenaan dengan isyarat saintifis al-Qur’an dan as-Sunnah, beliau mengikrarkan diri ke depan khayalak: Asyhadu an Laa Ilaaha illaLlah wa asyhadu anna Muhammad rasuluLlah.

KESIMPULAN

Menghubungkan keberadaan fakta saintifis yang terdapat di dalam al-Qur’an dengan suatu kebetulan adalah suatu hal yang menyelisihi akal sehat dan pendekatan saintifis. Al-Qur’an menyeru seluruh manusia untuk memikirkan ciptaan yang ada di seantero alam semesta ini di dalam ayat :

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS Ali Imraan 3:190).

Bukti-bukti saintifik yang terdapat pada al-Qur’an secara terang membuktikan sifat keasliannya dari Allah. Tak ada manusia satupun yang dapat menghasilkan sebuah kitab, 14 abad yang lalu, yang berisi di dalamnya fakta-fakta saintifis, yang pada akhirnya akan ditemukan oleh generasi manusia setelahnya. Al-Qur’an, walau bagaimanapun, bukanlah sebuah buku sains namun sebuah buku yang berisi isyarat-isyarat. Isyarat ini mengajak menusia untuk menyadari tujuan keberadaannya di bumi ini, dan untuk hidup berdampingan bersama alam dengan harmonis. Al-Qur’an adalah benar-benar wahyu dari Allah, pencipta dan pemelihara alam semesta. Ia berisi seruan yang sama di dalam mengesakan tuhan, yang didakwahkan oleh seluruh Nabi, baik mulai dari Adam, Musa, Isa hingga Muhammad (Shallallahu ‘alaihim wa sallam)

Translator : Ibnu Burhan

Minggu, 23 Mei 2010

BAHASA HATI

Kedewasaan mengajari kita segalanya
Belajar menyapa, mengenal, berteman
Bersahabat, mencintai dan saling mengerti
Kedewasaan tak pernah mengajari kita tuk membenci

Terkadang hidup terasa sesak, penat,
Jenuh dan terkadang sepi dan sendiri
memang hidup ini hanya sebentar
bentar senang, sebentar sedih
bentar tertawa, sebentar menangis
bentar bahagia, sebentar merana

Banyak hal yang terkadang kita tak mengerti
Keinginan terkadang tak seperti yang kita harapkan
Ketulusan terkadang berbalas kebohongan
Terkadang kesetiaan pun terbalas dengan kekecewaan karena ketidak setiaan
Cinta yang mendamaikan terkadang menusuk jantung
Menyayat hati

Certita indah berganti kelam
Atau sebaliknya
Raut wajahpun berganti-ganti sesuai perasaan
Perasaan begitu kuat untuk memiliki dunia
Walau dunia sangat melenakan.

Awal dan akhir hanya bagian yang harus kita lewati
Awal sangat indah walau akhir sangat menyakitkan
Akhir sangat menyenangkan walau diawal sangat sulit
Yang pasti Allah lah yang awal dan akhir.

Minggu, 16 Mei 2010

KELUHKU

TUHAN

Banyak anugrah yang telah Engaku berikan kepadaku
Mutiaraku teramat sempurna Engkau ciptakan sebagai penghias singgasanaku yang mungil
Pendampingku yang Kau pilihkan, adalah wanita yang mendamaikan gejolak penatku

Hari-hariku sangat berwarna kemilau dengan kasih-Mu
Sayang-Mu, adalah rasa yang ku rasa setiap saat
Terasa ada limpahan peluk tangan-Mu yang sangat
Semua indah menghiasi hidup ini

Tuhan
Sepadankah yang aku terima dengan sembah sujudku pada-Mu
Sepadankah yang aku terima dengan bhaktiku pada-Mu
Sepadankan tangis ini dengan semuanya
Sepadankah ibadahku dengan rentangan rahman dan rahim-Mu ya Allah

Ibadahku selalu beriring tak khusu’
Ibadahku senantiasa berhiaskan riya
Ibadahku sepertinya berburu degan waktu
Ibadahku layaknya menoleh ketika dipanggil
Tuhan
Ku takut semua ini hanya cara-Mu melenakanku
Ku takut ini hanya cara-Mu menjauhkan ku dari-Mu
Ku takut tak kuasa menerima semuanya yang telah Engaku berikan
Ku takut jauh dari-Mu, dari rahmat-Mu, dari lindungan-Mu bahkan dari pandangan-Mu sekalipun.

Ku mohon jauhkan aku dari makhluk-makhluk-Mu yang menyesatkanku
Jauhkan aku dari rasa malas untuk mengetuk pintu ampunan-Mu
Jauhkan aku dari rasa besar dengan apa yang telah Engkau berikan
Jauhkan aku dari penyakit terlipat tangan dengan sesama

Ku mohon gerakan hatiku tuk selalu ada nama-Mu
Tak pantas rasanya ada nama selain nama-Mu
Khusu’kan aku ketika menghadapmu
Balikkan kalbuku agar tak ingkar pada-Mu

Aku memohon ……jaga dan lindungi aku, keluargaku, dan orang-orang yang mencintaiku.

RESUME ILMU PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENGERTIAN, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
ILMU PENDIDIKAN ISLAM

1. PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “tarbiyah, ta’lim, ta’dib, riyadhah, irsyad dan tadris” . Masing-masing kata tersebut memiliki keunikan makna tersendiri.

Tarbiyah
Tarbiyah jika diambil dari fiil madhi-nya (rabbayani) maka ia memiliki arti memproduksi, mengasuh, menanggung, memberi makan, menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, membesarkan dan menjinakkan. Pemahan tersebut diambil dari ayat Al-Quran Surah al-Isra’ ayat 24, Surah asy-Syu’ara ayat 18 dan Surah al-baqarah ayat: 276.

Tarbiyah juga dapat diartikan dengan “proses transpormasi ilmu pengetahuan dari pendidik (rabbani) kepada peserta didik, agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehinga terbentuk ketaqwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur.

Ta’lim
Ta’lim adalah isim mashdar dari kata ‘allama yang artinya mengajarkan ilmu kepadanya. Muhammad Rasyid Ridha mengartikan ta’lim sebagai “proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu, ini didasarkan pada ayat QS. al-Baqarah ayat 31 tentang allama Tuhan kepada Nabi Adam as.



Ta’dib
Ta’dib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun, tata krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral, dan etika. Menurut al-Naquaib al-Attas, ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Allah.

Riyadhah
Menurut al-Bastani, riyadhah berarti mendidik jiwa anak dengan akhlak yang mulia. Riyadhah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : (1) riyadhat al-jisim, pendidikan olah raga yang dilakukan gerakan fisik atau pernapasan yang bertujuan untuk kesehatan jasmani; (2) riyadhat al-nafs pendidikan olah batin yang dilakukan melalui olah pikir dan olah hati yang bertujuan untuk memperoleh kesadaran dan kualitas rohani.

Secara terminologis pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. HM. Arifin menyatakan, pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar manusia.

Menurut Omar Muhammad al-Taomi al-Syaibani pendidkan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu pada pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu azasi, dan sebagai profesi-profesi azasi dalam masyarakat.

Fadhil al-Jamali berpendapat bahwa pendidikan Islam ialah upaya mengembangkan, mendorong dan mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan pada nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang sempurna.
Muhammad Javed al-Sahlani mengemukakakan pendidikan Islam sebagai suatu proses mendekatkan manusia pada tingkat kesmpurnaan dalam mengembangkan kemampuannya.

Sedangkan menurut hasil seminar pendidikan Islam tahun 1960 pendidikan Islam didefinisikan sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.

Untuk memberikan pengertian pendidikan Islam yang sempurna, terlebih dahulu kita menjelaskan makna kata ‘pendidikan’ dan ‘Islam’. Menurut Al-Attas, Hassan Langgulung dan Burlian Somad maksud pendidikan itu ialah perubahan dalaman dan perubahan tingkah laku. Apabila disebut pendidikan Islam ia menjadi lebih khusus dan bermaksud pendidikan yang berasaskan syariat Islam yang berpedoman kepada Al-Quran dan Al-Hadis, dan perubahan yang dikehendaki ialah perubahan rohani, akhlak dan tingkah laku menurut Islam.

Menurut Mohd Kamal Hasan, pendidikan Islam menyatukan semua ilmu pengetahuan di bawah authority dan pengendalian Al-Quran dan Sunnah yang merupakan asas dalam sistem pendidikan dan kebudayaan Islam seluruhnya. Akidah Islam menjadi pusat bagi semua ilmu serta sifatnya integrated.

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis.

Dengan demikian, pendidikan Islam berarti proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (Insan Kamil).

Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah proses transinternalisasi (memberikan dan menanamkan) pengetahuan dan nilai-nilai Islam kepada peserta didik, melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensi dirinya, untuk mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat.

2. TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Menurut Islam, manusia diturunkan ke bumi oleh Allah swt adalah sebagai seorang khalifah yang mempunyai tugas untuk:
a. Memakmurkan bumi demi kebahagiaan hidup seperti firmannya dalam Surah Faathir ayat 39:
       .....

“Dia-lah (Allah) yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi”

b. Berbakti kepada Allah Swt seperti firmannya dalam Surah Adz-Dzaariyaat ayat 56:
      
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”

Abd al-Rahman Shaleh Abd Allah dalam bukunya, Educational Theory, a Qur’anic Outlook, menyatakan tujuan pendidikan Islam diklasifikasikan menjadi :
1. Tujuan Pendidikan Jasmani (al-ahdaf al-jismiyah)
Mempersiapkan diri manusia sebagai pengemban tugas khalifah di bumi, melalui ketrampilan-ketrampilan fisik, seperti tertuan dalan QS. Al-Baqarah : 247 dan QS. Al-Anfal : 60.
2. Tujuan Pendidikan Rohani (al-ahdaf al-ruhaniyah)
Meningkatkan jiwa dari kesetiaan hanya kepada Allah semata dan melaksanakan moralitas islami yang diteladani olah Nabi Saw, dengan berdasar pada cita-cita ideal dalam al-Qur’an.
3. Tujuan Pendidikan Akal (al-ahdaf al-aqliyah)
Pengarahan intelgensi untuk menemukan kebenaran dan sebab-sebabnya dengan telaah tanda-tanda kekuasaan Allah dan menemukan pesan-pesan yang terkandung dalam ayat-ayat-Nya.
4. Tujuan Pendidikan Sosial (al-ahdaf al-ijtimaiyah)
Pembentukan kepribadian yang utuh yang menjadi bagian dari komunitas sosial. Identitas individunya tercermin sebagai al-naas yang hidup dimasyarakat yang plural (menyeluruh)

Dari keterangan di atas dapatlah dirumuskan bahawa, “tujuan sejati pendidikan Islam adalah menghasilkan orang-orang yang beriman dan juga berpengetahuan, yang satu sama lain saling menompang. Islam tidak memandang bahawa pencarian pengetahuan adalah demi pengetahuan sendiri tanpa merujuk pada cita-cita spiritual yang harus dicapai manusia, tetapi untuk mewujudkan sebanyak mungkin kemaslahatan bagi umat manusia. Pengetahuan yang diceraikan dari agama bukan hanya membuat pengetahuan menjadi bias, bahkan akan menjadikannya sebagai kejahilan jenis modern. Islam menganggap orang yang tidak beriman kepada Allah swt sebagai orang yang tidak berpengetahuan. Orang semacam ini, betapapun luas pengetahuannya, hanya akan mempunyai pandangan yang tidak lengkap mengenai jagat raya”

Sementara itu menurut Sayid Sabiq, tujuan pendidikan Islam ialah agar jiwa seseorang dapat terdidik secara sempurna. Agar seseorang dapat menunaikan kewajiban-kewajibannya kerana Allah. Dapat berusaha untuk kepentingan keluargannya, kepentingan masyarakatnya, serta dapat berkata jujur, dan berpihak kepada yang benar serta mahu menyebarkan benih-benih kebaikan pada manusia. Apabila seseorang mempunyai sifat-sifat seperti itu, bererti ia telah mencapai tingkat orang-orang salih sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah, iaitu orang-orang yang berpegang teguh pada agamanya.

Pendidikan Islam juga bertujuan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan dari peribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal fikiran, kecerdasan, perasaan dan pancaindera. Oleh kerana itu pendidikan Islam harus mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia, baik spiritual, intelektual, imaginasi (fantasi), jasmani, keilmiahannya, bahasanya, baik secara individual maupun kelompok, dan mendorong aspek-aspek tersebut kearah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan hidup.

Sementara itu, menurut hasil Kongres Pendidikan Islam Sedunia Tahun 1980 di Islamabad, menyebutkan bahawa pendidikan Islam haruslah bertujuan mencapai pertumbuhan keperibadian manusia yang menyeluruh, secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan dan indera. Kerana itu, pendidikan harus mencapai pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya; spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah dan bahasa secara individual maupun kolektif. Mendorong semua aspek kearah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Tujuan akhirnya adalah dengan perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.
Akhirnya dapatlah diambil kesimpulan bahawa tujuan pendidikan Islam itu tidak statik. Ia sering mengalami perubahan mengikut kepentingan dan perkembangan masyarakat di mana pendidikan itu dilaksanakan. Walaupun begitu sebagai umat Islam kita mestilah berpegang teguh dan terus merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah dalam melaksanakan tujuan pendidikan Islam.


3. RUANG LINGKUP PENDIDIKAN ISLAM
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan ketiga hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam juga identik dengan aspek-aspek Pengajaran Agama Islam karena materi yang terkandung didalamnya merupakan perpaduan yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Apabila dilihat dari segi pembahasannya maka ruang lingkup Pendidikan Islam yang umum dilaksanakan di sekolah adalah :

a. Pengajaran keimanan
Pengajaran keimanan berarti proses belajar mengajar tentang aspek kepercayaan, dalam hal ini tentunya kepercayaan menurut ajaran Islam, inti dari pengajaran ini adalah tentang rukun Islam.

b. Pengajaran akhlak
Pengajaran akhlak adalah bentuk pengajaran yang mengarah pada pembentukan jiwa, cara bersikap individu pada kehidupannya, pengajaran ini berarti proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajarkan berakhlak baik.



c. Pengajaran ibadah
Pengajaran ibadah adalah pengajaran tentang segala bentuk ibadah dan tata cara pelaksanaannya, tujuan dari pengajaran ini agar siswa mampu melaksanakan ibadah dengan baik dan benar. Mengerti segala bentuk ibadah dan memahami arti dan tujuan pelaksanaan ibadah.

d. Pengajaran fiqih
Pengajaran fiqih adalah pengajaran yang isinya menyampaikan materi tentang segala bentuk-bentuk hukum Islam yang bersumber pada Al-Quran, sunnah, dan dalil-dalil syar'i yang lain. Tujuan pengajaran ini adalah agar siswa mengetahui dan mengerti tentang hukum-hukum Islam dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pengajaran Al-Qur’an
Pengajaran Al-Quran adalah pengajaran yang bertujuan agar siswa dapat membaca Al-Quran dan mengerti arti kandungan yang terdapat di setiap ayat-ayat Al-Quran. Akan tetapi dalam prakteknya hanya ayat-ayat tertentu yang di masukkan dalam materi Pendidikan Agama Islam yang disesuaikan dengan tingkat pendidikannya.

f. Pengajaran Sejarah Islam
Tujuan pengajaran dari sejarah Islam ini adalah agar siswa dapat mengetahui tentang pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dari awalnya sampai zaman sekarang sehingga siswa dapat mengenal dan mencintai agama Islam.

Ruang lingkup pendidikan Islam juga meliputi; pendidik, peserta didik, kurikulum pendidikan, metode pendidikan, evaluasi dan lembaga pendidikan Islam.


BAB II
SUMBER DAN DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM

1. SUMBER PENDIDIKAN ISLAM
Meurut Sa’id Ismail Ali, seperti yang dikutif oleh Hasan Langgulung, sumber pendidikan Islam terdiri atas enam macam, yaitu Al-qur’an, As-Sunnah, Kata-kata Sahabat (madzhab shahabi), Kemaslahatan umat/social (mashalil al-mursalah), tradisi dan adat kebiasaan masyarakat (‘uruf), dan hasil pemikiran para ahli dalam bidang pendidikan Islam (ijtihad).

Al-Qur’an
Al-Qur’an dijadikan sumber pendidikan Islam yang pertama dan utama karena ia memiliki nilai absolut yang diturunkan langsung oleh Allah. Allah Swt, menciptakan manusia dan Dia pula yang mengajarkan manusia, isi dari pendidikan telah termakrub dalam al-Qur’an, semua permasalahan termasuk masalah pendidikan islam cukup digali dari sember yang autentik yaitu al-Qur’an.

As-Sunnah
Robert L. Gullick dalam Muhammad the Educator menyatakan : Muhammad SAW, betul-betul seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar serta melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan budaya Islam, serta revolusi sesuatu yang mempunyai tempo yang tak tertandingi.

Corak yang diturunkan dari Sunnah Nabi Muammad Saw, adalah sebagai berikut :
1. Disampaikan secara rahmatan li al-‘alamin (rahmat bagi seluturh alam), ruang lingkupnya bukan hanya manusia tapi juga alam beserta isinya (QS. Al-Anbiya : 107-108).
2. Disampaikan secara utuh dan lengkap (QS. Saba’ : 28).
3. Apa yang disampaikan merupakan kebenaran mutlak (QS. al-Baqarah: 119) dan dijaga serta terpelihara autentitasnya (QS. al-Hijr: 9).
4. Kehadirannya sebagai evaluator yang mampu mengawasi dan senantiasa bertanggungbjawab atas aktivitas pendidikan (QS. asy-Syura: 48, al-Ahzab: 45, al-Fath: 8)
5. Prilaku Nabi SAW, tercermin sebagai uswah hasanah yang dapat dijadikan figur atau suri tauladan (QS. al-Ahzab: 21), karena prilakunya dijaga oleh Allah SWt, (QS. an-Najm: 3-4)
6. Teknik opersional dalam pelaksanaan pendidikan Islam diserahkan kepada umatnya.

Kata-kata Sahabat (Madzhab Shahabi)
Upaya sahabat Nabi SAW, dalam pendidikan Islam sangat menentukan bagi perkembangan pemikiran pendidikan dewasa ini. Upaya yang dilakukan Abu Bakar al-Shiddiq, misalnya mengumpul kan Al-Qur’an dalamsatu mushaf yang dijadikan sebagai sumber utama pendidikan Islam, meluruskan keimanan masyarakat adari pemurtadan dan memerangi pembangkang yang enggan membayar pajak. Umar bin al-Khattab menjadi revolusioner terhadap ajaran Islam, tindakannya dalam memperluas wilayah Islam dan memerangi kezaliman menjadi salah satu model dalam emmbangun strategi pendidikan Islam saat itu. Sedangkan Utsman bin Affan berusaha untuk mernyatukan sistematika berfikir ilmiah dalam menyatukan susunan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Sementara Ali bin Abi Thalib banyak merumuskan konsep-konsep pendidikan seperti bagaimana seyogianya etika peserta didik kepada pendidik, dan bagaimana ghirah pemuda dalam belajar.

Kemaslahatan Umat/Sosial (Mashalil al-Mursalah)
Para ahli pendidikan Islam berhak menentukan undang-undang atau peraturan pendidikan Islam sesuai dengan kondisi lingkungan dimana ia berada. Ketentuan yang dicetuskan berdasarkan mashalil al-mursalat paling tidak memiliki tiga kriteria: (1) apa yang dicetuskan benar-benar membawa kemaslahatan dan menolak kerusakan setelah melalui beberapa tahapan observasi dan analisis, misalnya membuat ijazah dan foto pemiliknya. (2) kemaslahatan yang diambil merupakan kemaslahatan universal, yang mencakup semua lapisan masyarakat, misalnya perumusan sisdiknas. (3) keputusan yang diambil tidak bertentangan dengan Al-Qur’a n dan As-Sunnah.

Tradisi atau Adat Kebiasaan Masyarakat (‘Uruf)
Tradisi (‘uruf/’adat) adalah kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan maupaun perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri. Kesepakatan bersama dalam tradisi dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Penerimaan tradisi ini tentunya memiliki syarat : (1) tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, (2) tradisi yang berlaku tidak bertentangan dengan akal sehat dan tabiat yang sejahtera serta tidak mengakibatkkan kedurhakaan, kerusakan, dan kemudharatan.

Hasil Pemikiran Para Ulama dalam Islam (Ijtihad)
Ijtihad menjadi penting dalam pendidikan Islam ketika suasana pendidikan mengalami status quo, jumud, dan stagnan. Tujuan dilakukannya ijtihad dalam pendidikan adalah untuk dinamisasi, inovasi, dan modernisasi pendidikan agar diperoleh masa depan pendidikan yang lebih berkualitas. Ijtihad bukan berarti merombak tatanan yang lama secara besar-besaran dan mencampakkannya begitu saja, melainkan memelihara tatanan yang lama yang baik dan mengambil tatanan baru yang lebih baik.

2. DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Dasar pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan Islam. Menurut Hasan Langgulung dasar pendidikan Islam terdiri atas :


1. Dasar Historis
Dasar historis adalah dasar yang berorientasi pada pengalaman pendidikan dimasa lalu, baik dalam bentuk undang-undang, maupun peraturan-peraturan, agar kebijakan yang ditempuh masa kini akan lebih baik. Dasar ini juga member data input tentang kelebihan dan kekurangan kebijakan serta mundurnya prestasi pendidikan yang telah di tempuh seperti yang Allah firman dalam QS. al-Hasyr ayat 18.

2. Dasar Sosiologi
Dasar sosiologi adalah dasar yang memberikan kerangka sosiobudaya, yang mana dengan sosiobudaya itu pendidikan dilaksanakan. Dasar ini juga berfungsi sebagai tolak ukur dalam prestasi belajar, artinya tinggi rendahnya suatu pendidikan dapat diukur dari tingkat relevansi output pendidikan dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat.

3. Dasar Ekonomi
Dasar ekonomi adalah dasar yang memberikan perspektif tentang potensi-potensi financial, menggali dan mengatur sumber-sumber, serta bertanggung jawab terhadap rencana dan anggaran pembelajaran. Oleh karena pendidikan sebagai suatu yang luhur, maka sumber-sumber finansial dalam menghidupkan pendidikan harus bersih, suci dan tidak bercampur dengan sesuatu yang syubhat sekalipun.

4. Dasar Politik dan Administrasi
Dasar politik dan administrasi adalah dasar yang memberikan bingkai ideologis, yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan direncanakan bersama. Dasar politik menjadi penting untuk pemerataan pendidikan, baik secara kuantitatif maupun kulitatif, dan juga berfungsi untuk menentukan kebijakan umum (ammah) dalam rangka kemaslahatan bersama.

Sementara dasar administrative berguna untuk memudahkan pelayanan pendidikan, agar pendidikan dapat berjalan dengan lancer tanpa ganguan teknis dalam pelaksanaannya.

5. Dasar Psikolgi
Dasar psikologi adalah dasar yang memberikan informasi tentang bakat, minat, watak, karakter, motivasi dan inovasi peserta didik, pendidik, tenaga administrasi, serta sumber daya manusia yang lain. Dasar ini berguna juga untuk mengetahui tingkat kepuasan dan kesejahteraan batiniah pelaku pendidikan, agar mereka mampu meningkatkan prestasi dan kompetensi dengan cara yang baik dan sehat.

6. Dasar Filosofis
Dasar filosofis adalah dasar yang memberikan kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya. Bagi masyarakat sekuler dasar ini menjadi acuan terpenting dalam pendidikan sebab filsafat bagi mereka merupakan induk dari segala dasar pendidikan.

Sementara bagi masyarakat religius, seperti masyarakat muslim, dasar ini sekedar menjadi bagian dari cara berfikir dibidang pendidikan secara sistematik, rafikal, dan universal yang asas-asasnya diturunkan dari nilai ilahiyah.

7. Dasar Religius
Dasar religius adalah dasar yang diturunkan dari ajaran agama. Dasar ini menjadi penting dalam pendidikan Islam, sebab dengan dasar ini maka semua kegiatan pendidikan jadi bermakna.


BAB III
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

1. Pengertian Sejarah Pendidikan Islam
Dari pengertian sejarah dan pendidikan islam maka dapat dirumuskan pengertian tentang sejarah pendidikan islam atau tarihut Tarbiyah islamiyah dalam buku Zuhairini yaitu:
a. Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari waktu ke waktu yang lain, sejak zaman lahirnya islam sampai dengan masa sekarang.
b. Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam, baik dari segi ide dan konsepsi maupun segi institusi dan operasionalisasi sejak zaman nabi Muhammad saw sampai sekarang.

Dra. Hasbullah merumuskan bahwa sejarah pendidikan islam yaitu:
a. Catatan peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam dari sejak lahirnya sampai sekarang.
b. Suatu cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam baik dari segi gagasan atau ide-ide, konsep, lembaga maupun opersinalisasi sejak zaman nabi Muhammad hingga saat ini.

Dari dua sumber yang merumuskan sejarah pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa kedua penjelasan memiliki maksud yang sama yaitu peristiwa atau cabang ilmu pengetahuan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam dari segi ide, konsep, lembaga operasionalisasi dari sejak zaman nabi Muhammad saw sampai sekarang.

2. Ruang Lingkup Sejarah Pendidikan Islam
1. Obyek
Obyek kajian sejarah pendidikan islam adalah fakta-fakta pendidikan islam berupa informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam baik formal, informal dan non formal. Dengan demikian akan diproleh apa yang disebut dengan sejarah serba objek hal ini sejalan dengan peranan agama islam sebagai agama dakwah penyeru kebaikan, pencegah kemungkaran, menuju kehidupan yang sejahtera lahir bathin secara material dan spiritual. Namun sebagai cabang dari ilmu pengetahuan, objek sejarah pendidikan islam umumnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan dalam objek-objek sejarah pendidikan, seperti mengenai sifat-sifat yang dimilikinya. Dengan kata lain, bersifat menjadi sejarah serba subjek.

2. Metode
Mengenai metode sejarah pendidikan islam, walaupun terdapat hal-hal yang sifatnya khusus, berlaku kaidah-kaidah yang ada dalam penulisan sejarah. Kebiasaan dari penelitian dan penulisan sejarah meliputi suatu perpaduan khusus keterampilan intelektual. Sejarahwan harus menguasai alat-alat analisis untuk menilai kebenaran materi-materi sebenarnya, dan perpaduan untuk mengumpulkan dan menafsirkan materi-materi tersebut kedalam kisah yang penuh makna, sebagai seorang ahli, sejarahwan harus mempunyai sesuatu kerangka berpikir kritis baik dalam mengkaji materi maupun dalam menggunakan sumber-sumbernya.

Untuk memahami sejarah pendidikan islam diperlukan suatu pendekatan atau metode yang bisa ditempuh adalah keterpaduan antara metode deskriptif, metode komparatif dan metode analisis sistensis.

Dengan metode deskriptif, ajaran-ajaran islam yang dibawa oleh Rosulullah saw, yang termaktub dalam Al-Qur’an dijelaskan oleh As-sunnah , khususnya yang langsung berkaitan dengan pendidikan islam dapat dilukiskan dan dijelaskan sebagaimana adanya. Pada saatnya dengan cara ini maka yang terkandung dalam ajaran islam dapat dipahami.

Metode komparatif mencoba membandingkan antara tujuan ajaran islam tentang pendidikan dan tuntunan fakta-fakta pendidikan yang hidup dan berkembang pada masa dan tempat tertentu. Dengan metode ini dapat diketahui persamaan dan perbedaan yang ada pada dua hal tersebut sehingga dapat diajukan pemecahan yang mungkin keduanya apabila terjadi kesenjangan.

Metode analisis sinsesis digunakan untuk memberikan analisis terhadap istilah-istilah atau pengertian-pengertian yang diberikan ajaran islam secara kritis, sehingga menunjukkan kelebihan dan kekhasan pendidikan islam. Pada saatnya dengan metode sintesis dapat diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang akurat dan cermat dari pembahasan sejarah pendidikan islam. Metode ini dapat pula didayagunakan untuk kepentingan proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia yang islami.

Dalam penggalian dan penulisan sejarah pendidikan islam ada beberapa metode yang dapat dipakai antaranya:
a. Metode Lisan dengan metode ini pelacakan suatu obyek sejarah dengan menggunakan interview.
b. Metode Observasi dalam hal ini obyek sejarah diamati secara langsung.
c. Metode Documenter dimana dengan metode ini berusaha mempelajari secara cermat dan mendalam segala catatan atau dokumen tertulis.


3. Manfaat Sejarah Pendidikan Islam
Dengan mengkaji sejarah akan bisa memperoleh informasi tentang pelaksanaan pendidikan islam dari zaman Rosulullah sampai sekarang mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran, dan kebangkitan kembali tentang pendidikan islam. Dari sejarah dapat diketahui segala sesuatu yang terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan islam dengan segala ide, konsep, intitusi, sistem, dan operasionalisnya yang terjadi dari waktu ke waktu, jadi sejarah pada dasarnya tidak hanya sekedar memberikan romantisme tetapi lebih dari itu merupakan refleksi historis. Dengan demikian belajar sejarah pendidikan islam dapat memberikan semangat (back projecting theory) untuk membuka lembaran dan mengukir kejaya dan kemajuan pendidikan islam yang baru dan lebih baik. Dengan demikian sejarah pendidikan islam sebagai study tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan sejarah pendidikan sudah barang tentu sangat bermanfaat terutama dalam rangka memberikan sumbangan bagi pertumbuhan atau perkembangan pendidikan.

Secara umum sejarah memegang peranan penting bagi kehidupan umat manusia. Hal ini karena sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi pertumbuhan serta perkembangan kehidupan umat manusia. Sumber utama ajaran Islam (Al-Qur’an) mengandung cukup banyak nilai-nilai kesejarahan yang langsung dan tidak langsung mengandung makna benar, pelajaran yang sangat tinggi dan pimpinan utama khususnya umat islam. Ilmu tarikh (sejarah) dalam islam menduduki arti penting dan berguna dalam kajian dalam islam. Oleh karena itu kegunaan sejarah pendidikan meliputi dua aspek yaitu kegunaan yang bersifat umum dan yang bersifat akademis.

Sejarah pendidikan islam memiliki kegunaan tersendiri diantaranya sebagai faktor keteladanan, cermin, pembanding, dan perbaikan keadaan. Sebagai faktor keteladanan dapat dimaklumi karena al-Qur’an sebagai sumber ajaran islam banyak mengandung nilai kesejarahan sebagai teladan. Hal ini tersirat dalam Al-Qur’an :
        ………… 

Sesungguhnya telah ada pada diri Rosulullah itu suri tauladan yang baik bagimu sekalian …….( Q.S. Al-Ahzab: 21)

     •        ........ 
Katakanlah: “jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”……(Q.S. Ali-Imran:31)
.......... •   
…. Dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk (Q.S Al-A’raaf:158)

Berpedoman pada ayat diatas umat islam dapat meneladani proses pendidikan islam semenjak zaman kerasulan Muhammad saw, Khulafaur Rasyidin, ulama-ulama besar dan para pemuka gerakan pendidikan islam.

Sebagai cermin ilmu sejarah berusaha menafsirkan pengalaman masa lampau manusia dalam berbagai kegiatan. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan bahwa tidak semua kagiatan manusia berjalan mulus terkadang menemukan rintangan-rintangan tertentu sehingga dalam proses kegiatannya mendapat sesuatu yang tidak diharapkan, maka kita perlu bercermin atau dengan kata lain mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian masa lampau sehingga tarikh itu bagi masa menjadi cermindan dapat diambil manfaatnya khususnya bagi perkembangan pendidikan islam.

Sebagai pembanding, suatu peristiwa yang berlangsung dari masa ke masa tentu memiliki kesamaan dan kekhususan. Dengan demikian hasil proses pembanding antara masa silam, sekarang, dan yang akan datang diharapkan dapat memberi andil bagi perkembangan pendidikan islam karena sesungguhnya tarikh itu menjadi cermin perbandingan bagi masa yang baru.

Sebagai perbaikan, setelah berusaha menafsirkan pengalaman masa lampau manusia dalam berbagai kegiatan kita berusaha pula untuk memperbaiki keadaan yang sebelumnya kurang konstruktif menjadi lebih konstruktif.

Adapun kegunaan sejarah pendidikan islam yang bersifat akademis diharapkan dapat :
1. Mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam, sejak zaman lahirnya sampai masa sekarang.
2. Mengambil manfaat dari proses pendidikan islam, guna memecahkan problematika pendidikan islam pada masa kini.
3. Memiliki sikapn positif terhadap perubahan-perubahan dan pembaharuan-pembaharuan sistem pendidikan islam.

Selain itu sejarah pendidikan islam akan mempunyai kegunaan dalam rangka pembangunan dan pengembangan pendidikan islam. Dalam hal ini, sejarah pendidikan islam akan memberikan arah kemajuan yang pernah dialami sehingga pembangunan dan pengembangan itu tetap berada dalam kerangka pandangan yang utuh dan mendasar.

4. Pentingnya dalam Mempelajari Sejarah Pendidikan Islam
Dari mengkaji sejarah kita dapat memperoleh informasi tentang pelaksaan pendidikan islam dari zaman Rosulullah sampai sekarang, mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran dan kebangkitan kembali dari pendidikan islam. Dari sejarah dapat diketahui bagaimana yang terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan islam dengan segala ide, konsep, institusi, sistem, dan opersionalnya yang terjadi dari waktu ke waktu.

Dalam ajaran islam, pendidikan mendapatkan posisi yang sangat penting dan tinggi karena pendidikan merupakan salah satu perhatian sentral (central attention) masyarakat. Pengalaman pembangunan di negara-negara sudah maju khususnya negara-negara di dunia Barat membuktikan betapa besar peran pendidikan dalam proses pembangunan.

Tepatnya dikatakan oleh Ghulam nabi Saqib “Education may be used to help modernize a society, education, therefore is certainly the key to the modernization of muslim societies”. Demikian juga tepat dapat dikatakan Jhon Dewey, pendidikan diartikan sebagai social continuty of life. Pendidikan juga diartikan, it mo kowly as transmission from some persons to others of the skills the arts and the science. Adapun Kant, mengartikan pendidikan sebagai care, discipline and instruction. Oleh karena itu, peranan pendidik sangat penting dan pendidikan hendaknya memenuhi kebutuhan masyarakat18.

5. Ilmu yang Erat Kaitannya dengan Sejarah Pendidikan Islam
Sejarah pendidikan islam bukanlah ilmu berdiri sendiri namun merupakan bagian dari sejarah pendidikan secara umum. Sejarah pendidikan merupakan uraian sistematis dari segala sesuatu yang telah dipikirkan dan dikerjakan dalam lapangan pendidikan pada waktu yang telah lampau. Sejarah pendidikan menguraikan perkembangan pendidikan dari dahulu hingga sekarang19. Oleh karena itu, sejarah pendidikan sangat erat kaitannya dengan beberapa ilmu antara lain:

1. Sosiologi
Interaksi yang terjadi baik antara individu maupun antara golongan, dimana dalam hal ini menimbulkan suatu dinamika. Dinamika dan perubahan tersebut bermuara pada terjadinya mobilitas sosial semua itu berpengaruh pada sistem pendidikan islam. Serta kebijaksanaan pendidikan islam yang dijalankan pada suatu masa.

2. Ilmu Sejarah
Membahas tentang perkembangan peristiwa-peristiwa atau kejadian –kejadian penting di masa lampau dan juga dibahas segala ikhwal “orang-orang besar” dalam struktur kekuasaan dalam politik karena umumnya orang-orang yang besar cukup dominan pengaruhnya dalam menetukan sistem, materi, tujuan pendidikan, yang berlaku pada masa itu.

3. Sejarah Kebudayaan
Dalam hubungan ini pendidikan berarti pemindahan isi kebudayaan untuk menyempurnakan segala dan kecakapan anak didik guna menghadapi persoalan-persoalan dan harapan-harapan kebudayaannya, pendidikan islam adalah usaha mewariskan nilai-nilai budaya dari suatu generasi ke generasi selanjutnya. Oleh karenanya mempelajari sejarah kebudayaan dalam rangka memahami sejarah islam adalah sangat penting.

6. Periodesasi Sejarah Pendidikan Islam
Sejarah pendidikan islam pada hakikatnya tidak terlepas dari sejarah Islam. Oleh karenanya, periodesasi pendidikan islam berada dalam periode-periode sejarah islam itu sendiri. Prof. Dr. Harun Nasution secara garis membagi sejarah islam kedalam tiga periode yaitu periode klasik, pertengahan, dan modern.

Selanjutnya, pembahasan tentang lintasan atau periode sejarah pendidikan Islam mengikuti penahapan perkembangan sebagai berikut:
1. Periode pembinaan pendidikan Islam, berlangsung pada masa Nabi Muhammad SAW. Selama lebih kurang dari 23 tahun, yaitu sejak beliau menerima wahyu pertama sebagai tanda kerasulannya sampai wafat.
2. Periode pertubuhan pendidikan, berlangsung sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Sampai dengan akhir kekuasaan Bani Umaiyah, yang diwarnai oleh penyebaran Islam ke dalam lingkungan budaya bangsa di luar bangsa Arab dan perkembangannya ilmu-ilmu naqli
3. Periode kejayaan pendidikan Islam, berlangsung sejak permulaan Daulah bani Abbasiyah sampai dengan jatuhnya kota Bagdad yang diwarnai oleh perkembangan secara pesat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam serta mencapai puncak kejayaannya.
4. Tahap kemuduran pendidikan berlangsung sejak jatuhnya kota Bagdad sampai dengan jatuhnya Mesir oleh Napoleon sekirat abad ke-18 M. yang ditandai oleh lemahnya kebudayaan Islam berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan dan peradaban manusia ke dunia Barat.
5. Tahap pembaharuan pendidikan Islam, berlangsungnya sejak pendudukan Mesir Oleh Napoleon pada akhir abad ke-18 M. sampai sekarang, yang di tandai oleh masuknya unsur-unsur budaya dan pendidikan modern dari dunia Barat ke dunia Islam.

Kemudian dalam buku Dra. Zuhairini dijelaskan bahwa periode-periode tersebut di bagi menjadi lima masa, yaitu:
1. masa hidupnya Nabi Muhammad SAW (571-632 M)
2. masa Khalifaur Rasyidin di Madinah ( 632-661 M)
3. masa kekuasaan Umawiyah di Damsyik (661-750 M)
4. masa kekuasaan Abbasiyah di Baghdad ( 750-1250)
5. masa dari jatuhnya kekuasaan Khalifah di Bagdad tahun 1250 M s/d

7. Keadaan Pendidikan Islam Di Indonesia
Pendidikan Islam menjadi tolak ukur, bagaimana Islam dan umatnya telah memainkan perananya dalam berbagai aspek sosial, politik, budaya. Oleh karena itu, untuk melacak sejarah pendidikan Islam di Indonesia dengan periodisasinya, baik dalam pemikiran, isi, maupun pertumbuhan oraganisasi dan kelembagaannya tidak mungkin dilepaskan dari fase-fase yang dilaluinya.
Fase-fase tersebut secara periodisasi dapat dibagi menjadi;
1. Periode masuknya Islam ke Indonesia
2. Periode pengembangan dengan melalui proses adaptasi
3. Periode kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam (proses politik)
4. Periode penjajahan Belanda (1619 – 1942)
5. Periode penjajahan Jepang (1942 – 1945)
6. Periode kemerdekaan I Orde lama (1945 – 1965)
7. Periode kemerdekaan II Orde Baru/Pembangunan (1966- sekarang)

Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M. Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh.

Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang di Indonesia.
Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan, kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral.

Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Aceh tidak lepas dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga. Aceh menjadi pusat pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa, dengan adanya sistem pendidikan informal berupa halaqoh. Yang pada kelanjutannya menjadi sistem pendidikan formal. Dalam konteks inilah, pemakalah akan membahas tentang pusat pengkajian Islam pada masa Kerajaan Islam dengan membatasi wilayah bahasan di daerah Aceh, dengan batasan masalah, pengertian pendidikan Islam, masuk dan berkembangnya Islam di Aceh, dan pusat pengkajian Islam pada masa tiga kerajaan besar Islam di Aceh.

Pendidikan Islam di Indonesia sudah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada tahap awal Pendidikan Islam dimulai dari kontak-kontak pribadi maupun kolektif antara mubaligh (pendidik) dengan peserta didiknya, setelah komunitas muslim daerah terbentuk di suatu daerah tersebut tentu mereka membangun tempat peribadatan dalam hal ini masjid. Masjid merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama muncul di samping rumah tempat kediaman ulama atau muibaligh.

Setelah itu muncullah lembaga-lembaga pendidikan lainnya seperti pesantren, mushola ataupun surau. Nama – nama tersebut walaupun berbeda, tetapi hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan keagamaan. Perbedaan nama itu adalah dipengaruhi oleh perbedaan tempat. Perkataan pesantren popular di masyarakat Jawa, Rangkang, Dayah di Aceh, dan Surau di Sumatera Barat.

Inti dari materi pendidikan pada masa awal tersebut adalah ilmu-ilmu keagamaan yang dikonsentrasikan dengan membaca kitab-kitab klasik. Kitab-kitab klasik adalah menjadi ukuran bagi tinggi rendahnya ilmu kegamaan seseorang.

Sesuai dengan gencarnya pembaharuan pemikiran Islam yang dicanangakan oleh Pembaharu Muslim di berbagai Negara- Mesir, India, Turki- sampai juga gaung pembaharuan itu ke Indonesia. Salah satu aspeknya adalah munculnya pembaharuan Pendidikan Islam.

Di awal abad dua puluh muncullah ide-ide pembaharuan pendidikan di Indonesia, ide ini muncul disebabkan sudah mulai banyak orang yang tidak puas dengan system pendidikan yang berlaku saat itu. Karenanya ada beberapa sisi yang perlu diperbaharui, yakni dari segi isi (materi), metode, system dan manajemen.

Dari perjalanan histories tersebut terlihat adanya dinamika dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia. Ada 3 lembaga pendidikan yang telah muncul sejak awal awal ke 20. Pertama Pesantren, kedua Sekolah, ketiga madrasah.
Pesantren telah mengalami dinamika hingga sekarang, sejak dari pesantren Tradisional sampai ke pesantren Modern, sekolah sejak dari tidak diajarkannya pelajaran agama disekolah, pada zaman kolonial Belanda , sampai dimasukkannya Pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri dan swasta setelah Indonesia merdeka. Madrasah yang pada mulanya penekanannya dalam bidang-bidang ilmu agama dan hanya berkiprah dilingkungan Departemen Agama saja, sampai kepada ditetapkannya madrasah sebagai sekolah yang berciri khas agama Islam, yang kedudukannya sama dengan sekolah.


BAB IV
PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM


1. PENDAHULUAN
Dari segi bahasa, pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata tersebut seperti teacher yang diartikan guru atau pengajar dan tutor yang berarti guru pribadi atau guru yang mengajar di rumah. Selanjutnya dalam bahasa Arab dijumpai akta ustadz, mudarris, mu’allim, dan mu’addib.

Beberapa istilah tentang pendidik tersebut mengacu kepada seseorang yang memberikan pengetahuan, ketrampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukkan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan dimana pengetahuan dan ketrampilan tersebut diberikan. Jika pengetahuan dan ketrampilan tersebut diberikan di sekolah disebut teacher, di perguruan tinggi disebut lekturer atau professor, di rumah-rumah secara pribadi disebut tutor, di pusat-pusat latihan disebut instruktur atau trainer dan di lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut edukator.

Dengan demikian, kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dan memberikan pengetahuan, ketrampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya. Orang yang melakukan kegiatan ini bisa siapa saja dan dimana saja. Di rumah orang yang melakukan tugas tersebut adalah kedua orangtua. Karena secara moral dan teologi merekalah yang diserahi tanggung jawab mendidik anaknya. Selanjutnya di sekolah tugas tersebut dilakukan oleh guru, dan di masyarakat dilakukan oleh organisasi-organisasi kependidikan dan sebagainya.

2. PEMBAHASAN
A. Pendidik dalam Pendidikan Islam
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung-jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung-jawab adalah orangtua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan oleh dua hal yaitu, :

Pertama, karena kodrat yaitu karena orangtua ditakdirkan menjadi orangtua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggung-jawab mendidik anaknya.

Kedua, karena kepentingan kedua orangtua yaitu orangtua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya.
Kemudian pendidik dalam Islam adalah guru. Kata guru berasal dalam bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar. Dalam bahasa Inggris, dijumpai kata teacher yang berarti pengajar.

Dalam bahasa Arab dan menurut kajian pendidikan Islam, pendidik dalam bahasa Arabnya disebut dengan ustadz, mu’allim, murabbiy, mursyid, mudarris dan mu’addib dengan makna yang berbeda, sesuai dengan konteks kalimat, walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna.

- Ustadz, bisa digunakan untuk memanggil seseorang profesor, di mana maknanya bahwa seseorang pendidik (guru) dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugas.
- Mu’allim, berasal dari kata dasar ‘ilm yang berarti menangkap sesuatu, di mana dalam setiap ‘ilm terkandung dimensi teoritis dan dimensi amaliah.
- Murabbiy, berasal dari kata dasar rabb, Tuhan adalah sebagai rabb al-‘alamin dan rabb al-nas, yakni yang menciptakan, mengatur dan memelihara alam seisinya termasuk manusia.
- Mursyid, biasa digunakan untuk pendidik (guru) dalam thariqah (tasawuf), di mana pendidik harus berusaha menularkan penghayatan akhlak dan kepribadiannya kepada peserta didiknya, baik yang berupa etos ibadahnya, etos kerjanya, etos belajarnya, maupun dedikasinya yang serba lillahi ta’ala.
- Mudarrid, berasal dari akar kata darasa – yadrusu – darsan wa durusan wa dirasatan, yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan usang, melatih dan mempelajari.
- Mu’addib, berasal dari kata adab yang berarti moral, etika dan adab atau kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir dan batin.

Sedangkan secara istilah pendidik adalah orang-orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Secara umum menurut Ahmad D. Marimba pendidik diartikan sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggungjawab tentang pendidikan si terdidik (peserta didik).

Samsul Nizar mendefenisikan bahwa pendidik adalah orang yang bertanggungjawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaan (baik sebagai khalifah fi al-ardh maupun abd) sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dalam konteks ini menurut Samsul Nizar, pendidik bukan hanya sebatas bertugas di sekolah (madrasah) tetapi orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak, mulai dari alam rahim (kandungan ibu) sampai meninggal dunia.

Hery Noer Aly mendefenisikan pendidik dalam pendidikan Islam ialah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung atas pendidikan dirinya dan orang lain. Yang menyerahkan tanggungjawab dan amanat pendidikan ialah agama, dan wewenang pendidik dilegitimasi oleh agama, sementara yang menerima tanggungjawab dan amanar ialah setiap orang dewasa. Ini berarti bahwa pendidik merupakan sifat yang lekat pada setiap orang karena tanggungjawabnya atas pendidikan.

‘Abdul Hamid al-Hasyimi mendefinisikan pendidik dengan orang yang secara sengaja mengasuh individu atau beberapa individu lainnya agar di bawah pengasuhnya, individu-individu tersebut dapat tumbuh dan berhasil dalam menjalani kehidupan.


B. Kedudukan Pendidik dalam Pendidikan Islam
Pendidik diidentikan dengan gudang ilmu pengetahuan atau khazanah ilmu pengetahuan, sehingga pendidik dengan keilmuan yang dimiliki mendapatkan tempat yang terhormat di tengah masyarakat, dengan gelar yang diberikan pahlawan tanpa tanda jasa, walaupun gelar ini banyak mendapat sindiran dari berbagai unsur, namun tidak mengurangi pengabdian pendidik dalam menjalankan tugasnya.

Orang yang mempunyai ilmu pengetahuan, dalam Islam mendapatkan tempat yang dimuliakan, karena Islam sangat menghormati yang demikian, Islam tidak dapat dikembangkan dan dilestarikan tanpa orang yang mempunyai ilmu. Ini dapat ditemukan dalam al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 di mana Allah sangat meninggikan orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.

Orang yang berilmu atau ‘aalim, menurut Ahmad Tafsir merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan; pengetahuan didapat dan diperoleh dari proses pembelajaran, yang belajar adalah calon guru dan yang mengajar adalah guru.
Ahmad Tafsir lebih jauh menjelaskan umat Islam amat menghargai pendidik, disebabkan oleh pandangan bahwa ilmu pengetahuan itu semuanya bersumber pada Tuhan. Ilmu datang dari Tuhan; guru pertama adalah Tuhan. Pandangan yang menembus langit tidak boleh tidak telah melahirkan sikap pada orang Islam bahwa ilmu itu tidak terpisah dari Allah, ilmu tidak terpisah dari guru, maka kedudukan guru amat tinggi dalam Islam.

Al-Ghazali dalam bukunya Ihya ’Ulumuddin menempatkan pendidik pada kedudukan yang amat tinggi, kedudukan langsung setelah para nabi. Hadis Nabi Muhammad Saw. Al ulama wa ratsah al-anbiyaa (ulama adalah pewaris nabi), ulama dalam ungkapan hadis tersebut termasuk para pendidik, karena pendidik juga menyampaikan risalah nabi Muhammad saw.

Pendidik digambarkan oleh Kamal Muhammad Isa adalah pemimpin sejati, pembimbing dan pengarah yang bijaksana, pencetak para tokoh dan pemimpin ummat. Justru karena itu menurut Kamal Muhammad Isa pendidik merupakan manusia pilihan, yang siap memikul amanah dan menunaikan tanggungjawab dalam pendidikan peserta didiknya.

Sedangkan al-Hasyimi mengibaratkan bahwa pendidik merupakan faktor yang asasi dalam hidup manusia dan ia menempati posisi yang kuat dengan pengaruhnya dalam membentuk pribadi individu, di mana pengaruh-pengaruhnya itu berkelanjutan sepanjang hidupnya.

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa Allah Swt. dan Rasulullah Saw. menempatkan pendidik pada tempat yang mulia dan terhormat. Oleh karenanya sudah saatnya semua komponen menempatkan pendidik pada tempat terhormat pula.



C. Tugas Pendidik dalam Pendidikan Islam
Tugas-tugas dari seorang pendidik adalah :
1) Membimbing peserta didik, dalam artian mencari pengenalan terhadap anak didik mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya.
2) Menciptakan situasi untuk pendidikan, yaitu ; suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidik dapat berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
3) Seorang penddidik harus memiliki pengetahuan yang diperlukan, seperti pengetahuan keagamaan, dan lain sebagainya.

Seperti yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali, bahwa tugas pendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyempurnakan serta membawa hati manusia untuk Taqarrub kepada Allah SWT.

Mengenai tugas-tugas guru, ahli-ahli pendidikan Islam dan ahli-ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas guru adalah mendidik. Mendidik adalah tugas yang sangat luas, mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian yang lain dengan memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, membina dan lain-lain.

Al-Qur’an mengisyaratkan tentang peran para nabi dan pengikutnya dalam pendidikan dan fungsi fundamental mereka dalam mengkaji ilmu-ilmu Illahi serta aplikasinya, isyarat tersebut, salah satunya terdapat dalan firman Allah Swt, yang artinya, “ Tidak wajar bagi seorang manusia yang telah diberikan kepadanya Al-Kitab, Hikmah dan Kenabian, lalu ia berkata kepada manusia : “ Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah, akan tetapai (ia berkata) “ Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-kitab dan disebabkan kamu mempelajarinya. “

Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung mengisyaratkan bahwa tugas yang terpenting yang diemban oleh Rasulullah Saw. adalah mengajarkan Al-Kitab, hikmah dan mensucikan diri, sebagai mana yang telah Allah firmankan.
“ Ya Tuhan kami utuslah kepada mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan al-Hikmah (As-Sunnah) dan mensucikan mereka. Seseunnguhnya Engkau maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. “

Sedangkan tanggung jawab dari seorang pendidik adalah :
1) Bertanggung moral.
2) Bertanggung jawab dalam bidang pedidikan.
3) Tanggung jawab kemasyarakatan.
4) Bertanggung jawab dalam bidang keilmuan.

Kewajiban Guru dalam Pendidikan Islam
Kewajiban yang harus diperhatikan oleh guru menurut pendapat Imam Ghazali yaitu :
1) Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan memperlakukan mereka seperti anak sendiri.
2) Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud dengan mengajar mencari keridhaan Allah.
3) Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran dan jangan dengan cara terus terang, dengan jalan halus dan jangan mencela.
4) Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya dan jangan disampaikan sesuatu yang melebihi tingkat tangkapannya.
5) Jangan timbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu yang lain.
6) Sang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata dengan perbuatannya.
D. Kompetensi Pendidik dalam Pendidikan Islam
Untuk menjadi pendidik yang professional sesungguhnya bukan hal yang mudah karena harus memiliki kompetensi yang handal. Kompetensi dasar (basic competency) bagi pebdidim ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecendrungan yang dimilikinya. Potensi dasar ini adalah milik individu sebagai hasil dari proses yang tumbuh karena adanya inayah Allah Swt, dan situasi yang mempengaruhinya baik langsung maupun tidak.

Dalam pendidikan Islam seorang pendidik haruslah memiliki pengetahuan dan kemapuan lebih dan mampu mengimplisitkan nilai relevan (dalam ilmu pengetahuan itu), yakni sebagai penganut Islam yang patut dicontoh dalam ajaran Islam yang dianjurkan dan bersedia mentransfer pengetahuan Islam serta nilai-nilai pendidikan yang diajarkan.

Untuk mewujudkan pendidik yang profesinal sekaligus yang berkompeten dalam pendidikan Islam, didasari dari tuntunan Nabi Saw, karena itu beliau satu-satunya pendidik yang paling berhasil dalam rentang waktu yang singkat, sehingga diharapkan dapat didekatkan realitas pendidik dengan yang ideal (Nabi Saw.) berikut ini kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam :

1. Kompetensi Personal-Religius
Kompetensi yang pertama bagi pendidik adalah menyangkut kepribadian agamis, artinya pada dirinya melekat nilai-nilai lebih yang akan diinternalisasikan kepada peserta didiknya. Misalnya nilai kejujuran, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban dan sebagainya. Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehaingga terjadi pemindahan penghayatan nilai-nilai antara pendidik dan peserta didik, baik langsung maupun tidak langsung atau setidak-tidaknya terjadi alih tindakan antara keduanya.


2. Kompetensi Sosial-Religius
Kemampuan ini menyangkut kepeduliannya terhadap masalah-masalah social selaras dengan ajaran Islam. Sikap gotong royong, tolong-menolong, persamaan derajat anatar sesame manusia, serta sikap toleransi. Pendidik juga harus menciptakan suasana pendidikan Islam.

3. Kemampuan Profesional-Religius
Kemampuan ini menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugasnya secara professional agar mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus seta mampu mempertanggungjawabkan berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.

Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

1. Kompetensi Pedagogik
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.

a. Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran
Menurut Joni, kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3) merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.

b. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar
Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

Yutmini mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan :
(1) Menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran,
(2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran,
(3) Berkomunikasi dengan siswa,
(4) Mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan
(5) Melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.

Depdiknas mengemukakan kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar meliputi :
(1) Membuka pelajaran,
(2) Menyajikan materi,
(3) Menggunakan media dan metode,
(4) Menggunakan alat peraga,
(5) Menggunakan bahasa yang komunikatif,
(6) Memotivasi siswa,
(7) Mengorganisasi kegiatan,
(8) Berinteraksi dengan siswa secara komunikatif,
(9) Menyimpulkan pelajaran,
(10) Memberikan umpan balik,
(11) Melaksanakan penilaian, dan
(12) Menggunakan waktu.

c. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar
Menurut Sutisna, penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan.

Berdasarkan uraian di atas kompetensi pedagogik tercermin dari indikator : (1) kemampuan merencanakan program belajar mengajar, (2) kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan (3) kemampuan melakukan penilaian.

2. Kompetensi Kepribadian
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia.

Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).

Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”.

Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi pribadi meliputi (1) pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, (2) pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan martabat manusia.

Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi. Johnson sebagaimana dikutip Anwar mengemukakan kemampuan personal guru, mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, (2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.

3. Kompetensi Profesional
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Gumelar dan Dahyat merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik.

4. Kompetensi Sosial
Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Guru harus memiliki kompetensi (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan (3) mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan. Kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator (1) interaksi guru dengan siswa, (2) interaksi guru dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan rekan kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi guru dengan masyarakat.

E. Kode Etik Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Pendidik pada dasarnya mempunyai tugas yang sangat berat yang diterima secara langsung sejak dia menamakan dirinya sebagai seorang pendidik, baik secara umum maupun secara khusus. Tugas secara umum yaitu pada hakikatnya mengemban misi rahmata lil‘alamin, yakni misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian misi dikembangkan pada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal soleh dan bermoral tinggi. Tugas secara khusus yaitu sebagai pengajar ( intruksional), pendidik ( educator), dan pemimpin ( managerial).
Dari uraian di atas, bahwa kode etik guru adalah suatu aturan/batasan dan tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang pendidik sebagai subjek dan masyarakat sebagai objeknya.

Menurut Al-Kanani ( w.733 H) mengemukakan persyaratan seorang pendidik atas tiga macam : (1) yang berkenaan dengan dirinya sendiri, (2) yang berkenaan dengan pelajaran, dan (3) yang berkenaan dengan muridnya.

Pertama, syarat-syarat guru berhubungan dengan dirinya, yaitu : Hendaknya seorang guru senantiasa insyaf akan pengawasan Allah terhadapnya dalam segala perkataan dan perbuatan bahwa ia memegang amanat ilmiah yang diberikan Allah kepadanya. Karenanya, ia tidak menghianati amanat itu, malah ia tunduk dan merendahkan diri kepada Allah SWT.

Kedua, syarat – syarat yang berhubungan dengan pelajaran ( syarat-syarat pedagogis-didaktis), yaitu : Sebelum keluar dari rumah untuk mengajar, hendaknya guru bersuci dari hadas dan kotoran serta mengenakan pakaian yang baik dengan maksud mengagungkan ilmu dan syari’at.

Ketiga, kode etik guru di tengah-tengah para muridnya, antara lain :
1) Guru hendaknya mengajar dengan niat mengharapkan ridha Allah SWT, menyebarkan ilmu, menghidupkan syara’, menegakan kebenaran, dan melenyapkan kebathilan serta memelihara kemaslahatan umat.
2) Guru hendaknya tidak menolak untuk mengajar murid yang tidak mempunyai niat tulus dalam belajar.
3) Guru hendaknya mencintai muridnya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Artinya, seorang guru hendaknya menganggap bahwa muridnya itu adalah merupakan bagian dari dirinya sendiri ( bukan orang lain).
4) Guru hendaknya memotivasi murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin. Sebagaimana pernah dianjurkan oleh Rasulullah dalam sabdanya yang berarti “Tuntutlah itu sekalipun ke Negeri Cina” Hadis ini menyiratkan bahwa menuntut ilmu itu tidak ada batasnya, kapan, dan dimanapun tempatnya.
5) Guru hendaknya menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah dan berusaha agar muridnya dapat memahami pelajaran.
6) Guru hendaklah melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar-mengajar yang dilakukannya.
7) Guru hendakya bersikap adil terhadap semua muridnya. Hal ini pernah diingatkan Allah dalam firman-Nya :
Artinya:
“ Sesungguhnya Allah menyuruh ( kamu) berlaku adil dan berbuat ke-baikan………”. ( Q.S. An-Nahl : 90 ).
8) Guru hendaknya berusaha membantu memenuhi kemaslahatan murid, baik dengan kedudukan ataupun hartanya.
9) Guru hendaknya terus memantau perkembangan murid, baik Intelektual maupun akhlaknya. Murid yang soleh akan menjadi “ Tabungan” bagi guru, baik dunia maupun akhirat.


BAB V
PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Definisi Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu yang sedang tumbuh dan berkemabang baik secara fisik, psikologis, sosial, religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan kelak di akhirat. Mereka memerlukan bimbingan dan arahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.

Paradigma Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Pertama, peserta didik bukan miniature orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri, sehingga metode belajar mengajar tidak boleh disamakan dengan orang dewasa.

Kedua, peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu semaksimal mungkin.

Ketiga, peserta didik memiliki perbedaan antar individu, baik perbedaan yang disebabkan factor endogen (fitrah) maupun fakor eksogen (lingkungan) yang meliputi jasmani, intelgensi, sosial, bakat, minat, dan lingkungan yang mempengaruhinya.

Keempat, peserta didik dipandang sebagai kesatuan manusia, sebagai makhluk monopluralis.

Kelima, peserta didik merupakan subjek dan objek sekaligus dalam pendidikan yang dimungkinkan dapat aktif, kretaif serta produktif.

Keenam, peserta didik mengikuti priode-priode perkembangan tertentu dan mempunyai pola perkemabangan serta tempo dan irama.
Sifat-sifat dan Kode Etik Peserta Didik dalam
Pendidikan Islam
1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT.
2. Mengurangi kecendrungan pada duniawi dibadingkan masalah ukhrawi.
3. Bersikap tawadlu’ (rendah hati) dengan cara menanggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya.
4. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
5. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah) dan meninggalkan ilmu-ilmu yang tercela (madzmumah)
6. Belajar dengan bertahap dan berjenjang.
7. Belajar ilmu sampai tuntas baru beralih ke ilu yang lainnya.
8. Mengenal nilai-nilai ilmia atas ilmu pengetahuan yang dipelajarinya
9. Memperioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah SWT.
10. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan.
11. Peserta harus tunduk pada nasehat pendidik sebagaimana tuduknya seorang pasien terhadap dokternya.


BAB VI
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

Setiap kegiatan ilmiah memerlukan suatu perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur. Proses, pelaksanaan, sampai penilaian dalam pendidikan lebih dikenal dengan kurikulum pendidikan. Komponen kurikulum paling tidak mencakup tujuan, struktur, program, strategi pelaksanaan yang menyangkut system penyajian pelajaran, penilaian hasil belajar, bimbingan-penyuluhan, administrasi dan survey pendidikan.

Hakekat Kurikulum Pendidikan
Kurikulum (manhaj/curriculum) adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Kurikulum juga dapat diartikan berdasarkan fungsinya sebagai berikut :

1. Kurikulum sebagai program studi. Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di institusi pendidikan lainnya.
2. Kurikulum sebagai konten. Pengertiannya adalah seperangkat data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data dan informasi yang memungkinkan terjadinya belajar.
3. Kurikulum sebagai kegiatan terencana. Pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan.
4. Kurikulum sebagai hasil belajar. Pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh hasil tertentu atau seperngkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
5. Kurikulum sebagai reproduksi kultural. Pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat agar dimiliki dan dipahami anak-anakatau peserta didik.
6. Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Pengertiannya adalah keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan dibawah pimpinan sekolah.
7. Kurikulum sebagai reproduksi. Pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terdahulu.

Dari beberapa definisi itu , baik dilihat dari fungsi maupun tujuan kurikulum, hakikat kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengetauran-pengaturan program yang dapat diterapkan, dan hal-hal yang berhubungan dengan tujuan yang diinginkan.

Dasar, Prinsip dan Fungsi Kurikulum
Pendidikan Islam
Dasar kurikulum adalah kekuatan-kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susuan atau organisasi kurikulum. Dasar kurikulum juga disebut sebagai sumber kurikulum atau determinan kurikulum (penentu).

Dasar Religi
Dasar yang ditetapkan berdasarkan nilai-nilai ilahi yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena kedua kitab tersebut merupakan nilai kebenaran yang universal, abadi dan futuristik.

Dasar Filosofi
Dasar ini memberikan arah tujuan pendidikan Islam, sehingga susunan kurkulum mengandung suatu kebenaran, terutama kebenaran dibidang nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini sebagai suatu kebenaran.



Dasar Psikologis
Dasar ini mempertimbangkan tahapan psikis peserta didik, yang berkaitan dengan perkembangan jasmaniah, kematangan, bakat-bakat, intelektual, bahasa, emosi, sosial, kebutuhan dan keinginan individu, minat, dan kecakapan.

Dasar Sosiologis
Dasar sosiologis memberikan implikasi bahwa kurikulum pendidikan memegang peranan penting terhadap penyampaian dan pengembangan kebudayaan, proses sosialisasi individu dan rekonstruksi masyarakat.

Dasar Organisatoris
Dasar ini mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran, dasar ini berpijak pada penganggapan keseluruhan adalah jumlah bagian-bagiannya, sehingga kurikulum merupakan mata kuliah yang terpisah-pisah.


Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut al-Syaibani prinsip utama dalam kurikulum pendidikan Islam adalah: (1) berorientasi pada Islam, (2) prinsip menyeluruh (syumuliyah) baik dalam isi maupupun tujuannya, (3) prinsip keseimabangan (tawazun) antara tuuan dan kandungan kurikulum, (4) prinsip interaksi (ittishaliyah) antara kebutuhan siswa dan kebutuhan mayarakat, (5) prinsip pemeliharaan (wiyayah) antara perbedaan-perbedaan individu, (6) prinsip perkembangan (tanmiyah) dan perubahan (taghayyur) seiring perkembangan yang ada dengan tidak mengabaikan nilai-nilai ilahiyah.

Fungsi Kurikulum Pendidikan Islam
Fungsi kurikulum sebagai berikut :
1. Sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan pada suatu tingkatan lembaga pendidikan tertentu, untukmencapai tujuan tujuan darui lembaga pendidikan tersebut.
2. Sebagai batasan program kegiatan (bahan pengajaran) yang akan dijalankan pada suatu semester, kelas maupun tingkatan pendidikan tertentu.
3. Sebagai pedoman guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

Model-Model Konsep Kurikulum Pendidikan Islam
1. Kurikulum sebagai model subjek akademis, model ini sangat mengutamakan pengetahuan, sehingga pendidikan diarahkan lebih bersifat intelektual.
2. Kurikulum sebagai model humanistik, kurikulum model ini berfungsi menyediakan pengalaman yang berharga bagi peserta didik dan membantu kelancaran perkembangannya.
3. Kurikulum model rekonstruksi sosial, model kurikulum ini difokuskan pada problem yang sedang dihadapi oleh masyarakat.
4. Kurikulum sebagai model teknologi, bahwa pendidikan menekankan pada penyusunan program pengajaran dan rencana pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem.
5. Kurikulum sebagai model prosess kognitif, kurikulum ini bertujuan mengembangkan kemampuan mental, model ini berpijak pada psikologi kognitif dan kekuatan pikiran.

Isi Kurikulum
Berdasarkan konfrensi Islam II di Islamabad menghasilkan isi kurikulum terbagi atas dua macam, yaitu perennial (naqliyah) yang diterima melalui wahyu yang terdapat dalam Al-Qur’an danAs-Sunnah dan acquired (aqliyah) diperoleh dari imajinasi dan pengalaman indera.

Berdasarkan isi kandungan QS. al-Fushshilat: 53 isi kurikulum terbagi menjadi tiga yaitu : (1) isi kurikulum berorientasi pada ketuhanan, (2) isi kurikulum beroientasi pada kemanusiaan, (3) isi kurikulum berorientasi pada alam.

Sistem Penjenjangan Kurikulum Pendidikan Islam
1. Tingkat dasar (ibtidaiyah) materi yang diajarkan menyangkut pokok-pokok Islam seperti rukun iman, rukum Islam dan ihsan.
2. Untuk tingkat menengah pertama (tsanawiyah) bobot materi mencakup materi ditingkat dasar ditambah dengan argument-argumen dari dalil naqli dan dalil aqli.
3. Tigkat menegah atas (aliyah) bobot materi mencakup materi tingkat dasar dan menengah pertama ditambah dengan hikmah-hikmah dan manfaat dibalik materi yang diberikan.
4. Tingkat perguruan tinggi (jami’iyah) bobot materi mencakup tingkat dasar, menengah dan tingkat atas dan perguruan tinggi ditambah denga materi yang bersifat ilmiyah dan filosofi.


Pola Oragnisasi Kurikulum Pendidikan Islam
Ada tiga desaian (pola organisasi) kurikulum yang dapat diterapkan dalam pendidikan yaitu: (1) subject centered design, yaitu desain krikulum yang berpusat pada bahan pelajaran, (2) learner centered design, yaitu desian kurikulum yang mengutamakan peranan peserta didik, (3) problem centered design, yaitu desian kurikulum yang betolak dari masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Abdullah Mujib, M. Ag., Et al, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998

Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. IV, 1990.

Drs. Prasetya, Filsafat Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, Cet. II, 2000

Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. I, 1997

Dra .Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, , Jakarta: Bumi Aksara, Cet.II, 1995.

Drs. H.A. Ali Saifullah, Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1983.

Prof. Dr. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004
Drs.H. A. Yunus, S.H., MBA., Filsafat Pendidikan, Bandung: CV. Citra Sarana Grafika,1999.

Abdullah, Taufik. Ed. Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta : CV. Rajawali, 1983

Arifin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996

Gunawan, Ary H, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, cet. 4

Ibrahim, M, et.al., Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarta : CV. Tumaritis, 1991, cet 2

Mustofa.A, aly, Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999

Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1992

Redaksi Penerbit Asa Mandiri, Standar Nasional Pendidikan (NSP), Jakarta: Asa Mandiri, 2006

Sunanto, Musrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005

Tafsir, Ahmad, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, Bandung : Pustaka, 1986

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993

Zauharini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2000, set 6

RESUME TAFSIR TARBAWI

BAB I
KEDUDUKAN BELAJAR – MENGAJAR

A. SURAH AL-‘ALAQ /96 : 1-5
Ayat 1
     
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

Tafsir Ayat
Ayat pertama ini mengandung arti bahwa :
a. Ummat Islam seharusnya pandai baca tulis
b. Ummat Islam harus antusias membaca dan meneliti, yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan
c. Perintah m embaca ini meliputi yang tersurat (Al-Qur’an) dan yang tersirat (Alam semesta)

Ayat 2
    
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

Tafsir Ayat
Manusia disebut khusus dalam ayat ini, karena manusia manusia diberi kedudukan istimewa, dengan tubuh, panca indera, akal dan hati yang sempurna. Alaqah adalah zygote yang sudah menempel di rahim ibu, yang secara phisik tidak ada artinya dan lemah dan labil karena sewaktu-waktu dapat gugur dari rahim ibunya.

Ayat 3
   
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,

Tafsir Ayat
Perintah membaca ini untuk memantapkan bahwa pengetahuan yang dibaca, minimal satu objek dibaca dua kali, inipin diakui oleh para psikologi membaca.

Ayat 4
   
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam

Tafsir Ayat
Maksudnya : Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca. Allah menciptakan alam untuk dijadikan pena, dan memberikan kemampuan kepada manusia untuk menggunakan pena tersebut.

Ayat 5
     
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Tafsir Ayat
Dengan adanya baca tulis manusia berkembang ilmu pengetahunnya, agar dapat bermanfaat bagi generasi berikutnya .

Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung :
1. Seorang muslim hendaknya pandai membaca, menulis dan berhitung.
2. Ummat Islam harus gairah mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
3. Obyek yang dibaca adalah ayat-ayat Allah
4. Setinggi apapun ilmu manusia ia perlu ingat dari apa ia diciptakan.

B. SURAH AL-TAUBAH /9:112

                        

122. Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Tafsir Ayat
Maksudnya adalah perintah yang sangat amat kepada kaum muslimin agar jangan pergi seluruhnya ke medan perang secara phisik, tapi harus ada ornag yang pergi mendalami ilmu agama, karena mendalami ilmu agama kedudukannya disamakan dengan perang secara phisik.


C. SURAT AL MUJADILAH /58 : 11

                                

11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.


Tafsir Ayat
Pendidikan itu harus demokratis, untuk semua pihak bukan monopoli pihak tertentu, yang mengharuskan kepada semua manusia untuk diperkenankan seluas-luasnya dalam menuntut ilmu.

BAB II
PENDIDIKAN ANAK

A. SURAT AL-ISRA’/17 : 23-28

        •  •                                          •  

23. dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.
24. dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
25. Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, Maka Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat.

Tafsir Ayat
Kata menetapkan artinya tidak akan berubah selamanya bahwa manusia atau seorang anak itu harusmelakukan dua hal yang baik yaitu menyembah Allah dan berbuat baik kepada kedua orang tua, anak bukan hanya yang masih kecil, tapi siapa saja yang merasa anak dari orang tuanya. Dan orng tuapun bukan hnaya yang masih hidup saja tetapi yang sudah matipun harus kita mendo’akannya.
Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.

Nilai-Nilai Pendidikan
1. Pendidikan keimanan kepada anak dan hormat kepada orang tua
2. Sikap yang harus dimiliki anak adalah , tidak berkata kasar, tidak menghardik, sopan-santun dan mendo’akannya.


B. SURAH LUQMAN /31 : 12-19

                •                          •                                •               •                    •                  •         ••  •   •  •    •           •     

12. dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".

13. dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

14. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahunbersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

15. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
16. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.

17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

18. dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

Tafsir Ayat
Bersyukur berarti mengakui adanya Tuhan (iman), memuji-Nya dan mematuhi perintah-Nya, ini juga berarti menggunakan nikmat yang Allah berikan sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan bersyukur keuntungan yang dapat diambil adalah untuk kepentingan diri kita sendiri.

Bentuk syukur yang dinasehatkan Luqman kepada anaknya dengan tidak menyekutukan-Nya, hal ini juga dengan mendidik anak, jangan membiarkan anak menemukan kebenaran sendiri, karena mustahil anak menemukan kebenaran sendiri karena pikirannya belum kuat. Allah dalam ayat ke 14 ini menambahkan bahwa manusia perlu pula untuk bersyukur kepada kedua orang tuanya.

Nilai-Nilai Pendidikan
1. Orang tua wajib mengajarkan anak-anaknya dengan pendidikan agama.
2. Anak harus ditanamkan untuk berbuat baik, dan melarang berbuat yang tidak baik
3. Melakukan kegiatan sehari-hari seperti ibadah, tabah menghadapi kesulitan, danm menghindari perbuatan sombong, angkuh serta memperkuat sifat sederhana dalam bertindak dan bertutur kata

BAB III
TUJUAN PENDIDIKAN

SURAH ALI ‘IMRAN /3 : 137-139

              
 ••              

137. Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
138. (Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
139. janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.


Tafsir Ayat
Al-Qur’an berisi bayan bagi seluruh manusia, yaitu penjelasan-penjelasan tentang apa yang baik dan yang buruk untuk disikapi, penjelasan-penjelasan tentang masa lampau, hukum bahwa masyarakat yang baik akan langgeng dan yang jahat akan binasa. Al-Qur’an juga berisi huda, yaitu petunjuk, bimbingan, atau pdoman keselamatan hidup baik di dunia maupun di akherat. Termasuk pelajaran-pelajaran yang baik yang perlu dijalankanpun termuat didalam Al-Qur’an sebgai mau’izhah.

Nilai-Nilai Pendidikan
1. Mendidik anak agar merasa bisa, percaya diri, optimis dan inovatif
2. Mendidik anak agar jangan mudah kecewa dan putus asa
3. Menamamkan iman di dalam jiwa anak.
BAB IV
SUBYEK PENDIDIKAN

SURAH AL-RAHMAN /55: 1-4

          
1. (Tuhan) Yang Maha Pemurah, 2. Yang telah mengajarkan Al Quran. 3. Dia menciptakan manusia. 4. Mengajarnya pandai berbicara.

Nilai-Nilai Pendidikan
1. Allah adalah subyek pendidikan pertama dan utama bagi manusia, yang mengingatkan manusia pertama kali tentang Al-Qur’an
2. Kemapuan yang yang pertama kali Allah berikan adalah kemampuan menjelaskan atau al-bayan.



BAB V
OBYEK PENDIDIKAN


SURAH AL-NISA’ /4 : 170

 ••             •         •  

170. Wahai manusia, Sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, Maka berimanlah kamu, Itulah yang lebih baik bagimu. dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena Sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.


Tafsir Ayat
Yang diseru dalam ayat diatas adalah seluruh manusia di muka bumi ini, bukan hanya bangsa Arab saja. Berarti obyek dari pendidikan adalah manusia, yang diusahakan menjadi orang yang beriman dan baik, agar menguntungkan dirinya sendiri, Allah tidak akan rusak ketuhanan-Nya, walaupun semua manusia ingkar kepada-Nya.


BAB VI
METODE PENDIDIKAN


SURAH AN-NAHL /16 : 125-128

             •     •                                      •    • •   

125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
126. Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
127. bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.
128. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.


Tafsir Ayat
Serulah, panggilah, ajaklah adalah metode pendidikan yang diajarkan dalam ayat tersebut diatas dengan hikmah (kebenaran yang diperoleh melalui ratio). Seruan atau ajakan harus disampaikan dengan Al mau’izhah al-hasanah dengan nasehat yang menyentuh hati dan ratio.
Nilai-Nilai Pendidikan
1. Metode mengajar adalah dengan seruan, ajakan atau panggilan
2. Metode diskusi, argumentasi, dan debat
3. Metode hukuman yang selektif
4. Metode ketabahan
5. Metode tidak mudah putus asa

BAB VII
MATERI PENDIDIKAN


SURAH AL-GHASYIYAH /88 : 17-21

                          

17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan, 18. dan langit, bagaimana ia ditinggikan? 19. dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? 20. dan bumi bagaimana ia dihamparkan? 21. Maka berilah peringatan, karena Sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.

Nilai-Nilai Pendidikan
1. Siswa harus diperkenalkandahulu dengan lingkungan yang terdekat dan penting bagi mereka
2. Pengetahuan dan penguasaan alam harus mengarah kepada keimanan
3. Tugas guru membimbing bukan memaksa
4. Materi pendidikan yang sebenarnya ayat-ayat Allah baik yang tersirat maupun yang tersurat.